Prinsip akuntansi akan dibutuhkan untuk membuat laporan keuangan perusahaan yang lebih akurat. Pada dasarnya, prinsip ini dibentuk dengan tujuan untuk menciptakan kesesuaian antara satu pengguna akuntansi dengan yang lainnya. Dengan begitu, informasi keuangannya bisa lebih valid.
Selain itu, prinsip dalam dunia akuntansi ini juga dapat digunakan oleh seorang manajer untuk menyiapkan laporan keuangan yang bisa menjadi acuan dari keputusan yang akan diambilnya. Maka dari itu, pelaku usaha, akuntan, maupun manajemen perusahaan harus mengetahui tentang hal ini.
Prinsip akuntansi akan dibagi menjadi 10 jenis yang berbeda, sehingga Anda bisa memahaminya secara satu per satu dengan membaca artikel ini sampai akhir.
Pengertian dan Tujuan Penerapan Prinsip Akuntansi
Prinsip dasar akuntansi merupakan pedoman yang menjadi acuan bagi setiap perusahaan dalam melaksanakan proses akuntansi yang dibutuhkannya. Mulai dari penyusunan neraca saldo, laporan keuangan, hingga kegiatan-kegiatan akuntansi seperti ini lainnya akan membutuhkan prinsip ini.
Hal ini terjadi bukan tanpa alasan mengingat prinsip dasar akuntansi itu sendiri memiliki beberapa tujuan yang harus diketahui oleh setiap individu. Tak perlu membahas lain halnya lagi, berikut adalah 4 tujuan utama dari dibentuknya prinsip dasar akuntansi:
- Memudahkan proses pembuatan serta penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan standar pencatatan yang memadai.
- Menghindari terjadinya kesalahan ketika mengambil keputusan bisnis di masa depan, sehingga hal ini dapat mengurangi risiko terjadinya permasalahan bisnis yang besar.
- Menyesuaikan data-data dari pembuat informasi keuangan dengan pengguna informasi keuangan tersebut.
- Menggambarkan suatu pendapat secara lebih objektif mengenai informasi yang berkaitan dengan dunia akuntansi.
10 Prinsip Akuntansi dalam Dunia Bisnis
Prinsip dasar akuntansi juga dapat diartikan sebagai kumpulan fondasi dalam bidang keuangan yang dapat memudahkan para pelaku usaha dalam mencapai tujuan bisnisnya. Nantinya, ada beberapa prinsip akuntansi yang harus diterapkan oleh setiap pelaku usaha di Indonesia.
Dengan begitu, data-data yang ada di laporan keuangan tersebut bisa tersusun secara lebih rapi, valid, dan juga akurat. Adapun prinsip-prinsip dasar akuntansi yang bisa diterapkan oleh para pelaku usaha di Indonesia adalah:
1. Period Principle (Prinsip Periode Akuntansi)
Prinsip ini akan digunakan ketika perusahaan sedang menjalankan usahanya sesuai dengan periode akuntansi yang sedang berlaku. Sebab, pengertian dari prinsip periode akuntansi itu sendiri adalah proses penilaian dan pelaporan keuangan perusahaan yang memiliki batasan pada periode waktunya.
2. Economic Entity Principle (Prinsip Entitas Ekonomi)
Prinsip dasar akuntansi yang kedua adalah economic entity principle atau prinsip entitas ekonomi. Jenis prinsip yang satu ini sering dianggap sebagai konsep kesatuan usaha yang harus diperhatikan oleh setiap pelaku usaha. Sebab, prinsip ini dapat memisahkan seluruh pencatatan transaksi yang berbeda.
Di dalam dunia akuntansi sendiri perusahaan dapat diartikan sebagai kesatuan ekonomi yang bisa berdiri secara mandiri. Kendati demikian, perusahaan juga bisa menjadi kesatuan ekonomi yang terpisah dari bentuk ekonomi lainnya.
Dengan adanya prinsip akuntansi ini, perusahaan bisa lebih mudah untuk membedakan seluruh pencatatan transaksi (kewajiban dan kekayaan) milik perusahaan maupun pelaku usaha itu sendiri.
3. Prinsip Satuan Moneter
Dengan menggunakan prinsip dasar akuntansi yang satu ini, proses pencatatan transaksi hanya akan dinyatakan dalam bentuk mata uang. Jadi, laporan keuangan tersebut tidak akan melibatkan hal-hal yang non-kualitatif selayaknya yang ada di beberapa laporan keuangan lainnya.
Di dalam laporan keuangan yang menggunakan prinsip ini hanya ada transaksi-transaksi yang bisa diukur dan dinilai dengan menggunakan satuan uang. Jadi, transaksi non-kualitatif tidak bisa dilaporkan dalam jenis laporan keuangan satu ini.
4. Historical Cost Principle (Prinsip Biaya Historis)
Berbeda dengan beberapa prinsip yang sebelumnya, untuk historical cost principle (prinsip biaya historis) sendiri mengharuskan setiap barang atau jasa yang didapatkan dicatat berdasarkan semua biaya pengeluarannya.
Sebagai contoh, ada sebuah perusahaan yang berniat untuk membeli bangunan dengan tawaran harga sebesar Rp. 150.000.000,00. Kemudian, pihak manajemen perusahaan tersebut menawar harganya hingga Rp. 100.000.000,00. Maka, harga yang terakhir itulah yang akan dicatat di laporan keuangan.
5. Full Disclosure Principle (Prinsip Pengungkapan Penuh)
Sesuai dengan namanya, prinsip dasar akuntansi yang satu ini akan menyajikan informasi utuh yang dibutuhkan oleh suatu perusahaan. Jika ada salah satu informasi yang tidak bisa dicantumkan ke dalam laporan keuangan tersebut, maka akuntan bisa memberi catatan tambahan pada bagian bawahnya.
Catatan tambahan ini bisa berupa lampiran maupun teks biasa yang diletakkan pada bagian bawah laporan. Dengan begitu, informasi yang tersaji dalam laporan itu bisa lebih informatif serta relevan.
6. Going Concern (Prinsip Kelangsungan Usaha)
Prinsip akuntansi yang keenam adalah going concern atau prinsip yang berkaitan dengan kelangsungan usaha tertentu. Prinsip ini akan menganggap perusahaan dapat berjalan secara terus-menerus dan tidak ada pembubaran dalam jangka waktu yang lama.
Namun, prinsip ini dapat berhenti ketika ada peristiwa tertentu yang bisa membuat usaha tiba-tiba harus mengalami pembubaran. Kendati demikian, tidak semua jenis peristiwa dapat membuat hal ini terjadi.
7. Matching Principle (Prinsip Memasangkan)
Untuk prinsip yang satu ini akan lebih bergantung kepada penentuan pendapatan dari sebuah perusahaan. Sebab, prinsip dalam akuntansi dasar ini merupakan biaya yang dipertemukan dengan pendapatan, untuk menentukan jumlah laba bersih dari beberapa periode tertentu.
Ketika pengakuan pendapatan ditunda, hal ini akan membuat proses pembebanan pada biaya harus segera dihentikan. Dalam arti lainnya proses pembebanan biaya ini tidak bisa dilakukan dengan semestinya.
8. Revenue Recognition Principle (Prinsip Pengakuan Pendapatan)
Pada dasarnya, pendapatan bisa diperoleh ketika harta perusahaan terus mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu. Umumnya, harta ini akan dihasilkan dari beberapa aktivitas seperti penjualan, penerimaan bagi hasil, maupun jenis-jenis aktivitas menguntungkan seperti ini lainnya.
Nantinya, prinsip ini akan berguna untuk mengukur jumlah pendapatan seperti kas ataupun ekuivalen yang diterima dari transaksi penjualan perusahaan. Jadi, jumlah pendapatan perusahaan bisa lebih mudah untuk diukur secara tepat.
9. Prinsip Materialitas
Masih ada beberapa orang yang belum tahu bahwa sebenarnya keberadaan prinsip-prinsip ini adalah untuk menyamakan seluruh aturan akuntansi yang ada. Di dalam prinsip materialitas dijelaskan bahwa setiap informasi yang ada pada laporan akuntansi akan memiliki nilai nominal dan bisa dijual.
Jadi, semua data ini harus diterapkan dengan menggunakan ranah akuntansi yang tepat. Meski ada beberapa penerapan akuntansi yang bersifat material, tapi hal ini tidak akan mengurangi tingkat akurasi laporan tersebut.
10. Consistency Principle (Prinsip Konsistensi)
Tujuan dibentuknya prinsip akuntansi adalah untuk memudahkan proses pembuatan serta penyusunan laporan keuangan yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan. Sementara untuk tujuan dibentuknya prinsip konsistensi ini sendiri adalah untuk meningkatkan manfaat dari laporan keuangan.
Sebab, dengan adanya prinsip ini data-data pada laporan keuangan bisa lebih mudah untuk dibandingkan dengan data-data pada laporan keuangan periode sebelumnya. Jadi, pelaporan keuangan yang dilakukan akan lebih bersifat konsisten.
Baik seorang pelaku usaha maupun akuntan profesional harus memahami tentang prinsip akuntansi secara baik dan benar. Pasalnya, prinsip ini dapat memudahkan banyak pihak dalam membuat laporan keuangan yang lebih tepat dan sesuai dengan data yang ada.