Pailit adalah salah satu istilah paling populer dalam dunia bisnis. Sayangnya, tidak sedikit yang beranggapan bahwa pailit sama dengan bakrut, padahal kedua istilah tersebut memiliki makna berbeda.
Badan usaha dengan status pailit belum tentu memiliki situasi keuangan buruk, namun berpotensi mengalami kebangkrutan. Pasalnya, pailit mengacu pada kemacetan membayar pinjaman.
Oleh sebab itu, saat sebuah perusahaan mengalami kesulitan dalam membayar hutang kepada pihak debitur, maka dapat mengajukan permohonan kepailitan kepada pengadilan niaga.
Pengertian Pailit Adalah
Pailit berdasarkan KBBI mengacu pada jatuhnya status ekonomi perusahaan. Sementara itu, menurut R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, pailit adalah kondisi debitur setelah menghentikan pembayaran utang-utangnya, sehingga memohon campur tangan Majelis Hakim untuk menjamin kepentingan dengan kreditur.
Oleh karena itulah, saat debitur gagal dalam membayar utang kepada kreditur, maka dapat melaporkan situasi tersebut pada Pengadilan Niaga. Dalam prosesnya, pengadilan akan menunjuk kurator guna mengurus serta menjual berbagai aktiva dari perusahaan yang gagal dalam membayar pinjaman.
Pengadilan Niaga mempunyai wewenang untuk menyatakan kepailitan sebuah badan usaha. Dalam proses permohonan pailit, umumnya kurator pilihan pengadilan akan melakukan beberapa pemeriksaan data perusahaan debitur. Setelah itu, barulah permohonan debitur didaftarkan untuk masuk tahap sidang.
Apabila disetujui oleh pihak pengadilan, maka siding akan diselenggarakan dengan menghadirkan debitur dan kreditur dengan jangka waktu paling lambat 20 hari setelah permohonan pailit diterima.
Meskipun harta debitur akan dijual kemudian uangnya diberikan kepada kreditur untuk membayar hutang, tapi ada beberapa jenis harta yang tidak termasuk dalam kategori harta pailit. Di antaranya adalah sebagai berikut:
- Uang untuk memberi nafkah dan merupakan milik debitur yang resmi menurut UU.
- Upah yang didapatkan debitur dari pekerjaannya, contohnya uang pensiun.
- Benda-benda pribadi, seperti peralatan medis untuk urusan kesehatan, bahan makanan, barang yang digunakan keluarga debitur, dan sebagainya.
Sebenarnya, pailit adalah keadaan yang cukup lumrah terjadi di dunia bisnis. Di Indonesia, kepailitan telah diatur dalam UU No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU.
Dalam UU yang sama juga disebutkan, bahwa kepailitan adalah sita umum terhadap aktiva debitor. Namun proses pengurusan dan pemberesan aset dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim.
UU kepailitan bertujuan untuk memproteksi pihak kreditur dengan memberikan jaminan dalam bentuk kepastian hukum. Khususnya dalam menyelesaikan transaksi utang piutang yang tidak bisa diselesaikan.
Faktor Faktor Penyebab Pailit
Pada dasarnya, terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab perusahaan mengalami pailit. Beberapa diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pemilik Bisnis Tidak Mampu Mengelola Perusahaan
Ketidakmampuan pelaku usaha dalam mengelola perusahaan bisa memberikan dampak fatal, sebab berpotensi membawa perusahaan ke jurang kepailitan. Hal ini biasanya terjadi pada perusahaan baru.
Karena umumnya belum terlalu berpengalaman sehingga cenderung kurang waspada saat mengelola bisnis. Sedangkan pada perusahaan senior, umumnya sulit dalam memahami permintaan pelanggan.
2. Kurang Peka Terhadap Kebutuhan Konsumen
Salah satu penyebab pailit adalah karena perusahaan kurang peka terhadap kebutuhan pelanggan serta lengah dalam mengamati gerakan kompetitor bisnis.
Perusahaan yang kurang kompetitif berpotensi tertinggal jauh dari pesaingnya. Dengan kata lain, tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain yang bergerak pada bidang sama.
3. Tidak Melakukan Inovasi
Di era digital saat ini, setiap perusahaan dituntut untuk bisa melakukan inovasi untuk bisa terus berkembang. Jika perusahaan berhenti berinovasi, maka risiko mengalami pailit akan semakin tinggi.
Pada zaman modern sekarang, tren dapat muncul kapan saja karena bergerak dinamis sesuai kondisi masyarakat. Apabila perusahaan tidak melakukan inovasi pada produk yang dijual, maka berpotensi ditinggalkan oleh konsumen. Sebab produknya dianggap tidak relevan dengan permintaan pasar.
Syarat Permohonan Mengajukan Pailit
Pada Pasal 1 Ayat 1 UU No. 37 / 2004 dijelaskan, bahwa yang dapat memutuskan suatu perusahaan pailit atau tidak hanya pengadilan niaga. Dalam permohonan pengajuan pailit, terdapat beberapa syarat dan prosedur yang wajib dipenuhi oleh perusahaan.
Hal tersebut sesuai dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 8 Ayat 4 UU No. 37 / 2004 yang menyebutkan, bahwa permintaan pailit yang dilimpahkan pada pengadilan harus memenuhi syarat- syarat, antara lain:
- Terdapat debitur.
- Terdapat satu pihak kreditur atau lebih.
- Perusahaan (debitur) memiliki sejumlah hutang.
- Surat permohonan pernyataan pailit dari suatu lembaga kredit.
- Terdapat hutang yang sudah dinyatakan jatuh tempo dan dapat ditagih.
Prosedur Pengajuan Pailit
Pailit adalah situasi dimana debitur tidak mampu membayar hutang kepada kreditur secara tepat waktu. Namun, untuk mengajukan permohonan pailit tentu tidak mudah. Selain harus melengkapi syarat sesuai yang ditetapkan, debitur juga harus melalui prosedur pengajuan pailit resmi seperti di bawah ini:
- Mempersiapkan semua persyaratan yang dibutuhkan.
- Pihak debitur atau kreditur mengajukan surat permohonan pada Pengadilan Niaga.
- Pengadilan Niaga akan menyelenggarakan rapat verifikasi dengan tujuan mendata jumlah utang dari kreditur.
- Dalam proses persidangan, akan dipanggil seorang kurator untuk mengecek operasional bisnis debitur serta menangguhkan kekayaannya.
- Jika kreditur dan debitur bersedia berdamai, maka proses kepailitan akan berakhir secara otomatis. Sementara itu, apabila proses ini gagal, persidangan akan terus dilanjutkan.
- Apabila terdapat permohonan PKPU dari pihak debitur ketika pengecekan oleh pengadilan, proses pemeriksaan permohonan pailit akan ditangguhkan.
- Pengadilan akan menentukan jumlah harta kekayaan debitur yang harus dijual untuk menutupi hutang. Jika hutang berhasil dibayarkan kepada kreditur, pihak debitur bisa menjalani rehabilitasi dan kondisi pailit akan berakhir.
- Perusahaan dengan jumlah harta lebih sedikit dibandingkan nominal pinjaman yang perlu dibayar, maka debitur akan menerima status insolven (kondisi perusahaan pailit tidak sanggup melunasi hutang).
Pihak Pihak yang Dapat Mengajukan Pailit
Berdasarkan ketetapan dalam UU Nomor 37 Tahun 2004, pada proses mengajukan kepailitan ke Pengadilan Niaga, terdapat beberapa pihak yang diperbolehkan untuk melakukan permohonan, antara lain:
- Debitur dan Kejaksaan.
- Pada kasus debitur bank, pernyataan pailit hanya dapat diajukan Bank Indonesia.
- Debitur Perusahaan Efek, Lembaga Kliring, Bursa Efek, Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan & Penyelesaian. Permohonan pailit hanya bisa diajukan Badan Pengawas Pasar Modal.
- Untuk debitur Perusahaan Asuransi, Dana Pensiun, Perusahaan Reasuransi, atau Badan Usaha Milik Negara. Permohonan pailit hanya boleh diajukan Menteri Keuangan.
Perbedaan Pailit dan Bangkrut
Meskipun kedua istilah tersebut memiliki kaitan sangat erat dengan perusahaan yang sedang menghadapi situasi rugi, namun maknanya berbeda. Berikut adalah perbedaan pailit dan bangkrut:
1. Keadaan Keuangan Perusahan
Saat perusahaan pailit, umumnya masih memiliki dana cukup untuk melakukan aktivitas operasional. Sedangkan perusahaan yang bangkrut tidak bisa menjalankan kegiatan usaha sama sekali.
2. Status Hukum
Jika suatu perusahaan berstatus pailit, maka memiliki kesempatan membayar hutang pada kreditur. Akan tetapi, apabila pengadilan mengumumkan bahwa perusahaan tersebut bangkrut, perusahaan tersebut tidak bisa lagi beroperasi sehingga semua aset harus dijual agar bisa membayar hutang.
3. Proses Penyelesaian
Saat badan usaha mengalami, maka perusahaan dapat mengajukan PKPU. Namun, jika perusahaan harus menjual seluruh aset yang dimiliki demi bisa membayar hutang, artinya perusahaan tersebut bangkrut.
Pailit adalah situasi saat debitur mengalami kesulitan untuk membayar hutang kepada kreditur. Kondisi kepailitan akan diumumkan oleh Pengadilan Niaga setelah debitur mengajukan permohonan pailit. Untuk mencegah pailit, suatu badan usaha perlu memiliki kemampuan dalam mengelola keuangan secara tepat.