Bagi perusahaan kecil dan menengah, seringkali mereka mengabaikan pentingnya pencatatan jurnal penyesuaian PPN masukan. Padahal, dengan dibuatnya jurnal ini, perusahaan dapat mencatat segala jenis aktivitas keuangan yang berkaitan erat dengan pajak.
Dalam akuntansi, proses pencatatan jurnal PPN masukan dibagi menjadi dua kategori. Pertama yaitu PPN masukan yang dapat dikreditkan, yang nantinya akan dicatat ke dalam jurnal. Lalu ada PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan yang nantinya tidak akan dicatat dalam jurnal. Nah, untuk mengetahui selengkapnya, yuk cek dulu rinciannya berikut.
Pengertian Jurnal Penyesuaian PPN Masukan
Jurnal penyesuaian PPN masukan atau kadang hanya disebut sebagai “jurnal PPN masukan” adalah sebuah proses pencatatan akuntansi atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang menjadi bagian dari transaksi pembelian yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Pencatatan jurnal ini berfungsi untuk menentukan nominal perkiraan debit maupun kredit atas pajak secara keseluruhan. Jadi, setiap aktivitas keuangan perusahaan yang berhubungan secara langsung PPN dapat dengan mudah terlacak nantinya.
Seperti yang kita tahu, PKP diwajibkan untuk memungut nominal PPN saat terjadi penjualan atas barang maupun jasa. Nah, nominal PPN yang dipungut oleh PKP ini disebut sebagai PPN Keluaran atau sering disingkat sebagai PK.
Sebaliknya, apabila PPN dibayar saat PKP membeli barang atau jasa dari produsen atau pihak tertentu, maka disebut sebagai PPN Masukan atau disingkat sebagai PM (vat in).
Apabila dalam rentang periode akuntansi tertentu dicatat bahwa nominal selisih pajaknya positif antara seluruh PPN Keluaran yang dikurangi PPN Masukan, maka PKP harus menyetorkan nominal kelebihan tersebut ke negara melalui Surat Setoran Pajak (SSP).
Namun, bila selisihnya ternyata negatif, maka dinamakan sebagai “lebih bayar”. Nantinya, nominal kelebihan tersebut dapat dimasukkan ke dalam pencatatan di bulan berikutnya atau bisa meminta kompensasi yang disebut sebagai “restitusi”.
Biasanya, proses pencatatan jurnal ini hanya dilakukan oleh perusahaan besar saja. Namun, sejatinya penting sekali untuk melakukan pencatatan bagi semua jenis usaha, terutama mereka yang telah mendapatkan gelar PKP (Pengusaha Kena Pajak).
Jenis-Jenis Jurnal Penyesuaian PPN Masukan
Apabila PPN Keluaran hanya memiliki satu jenis saja, PPN Masukan terdiri atas 2 jenis yakni Jurnal PPN Masukan dikreditkan dan Jurnal PPN Masukan yang tak dapat dikreditkan. Berikut penjelasan lengkapnya:
A. Jurnal PPN Masukan Dikreditkan
Jurnal ini memperhitungkan PPN keluaran yang terjadi dalam periode pajak. Jenis ini pun terbagi lagi menjadi beberapa bagian, diantaranya yaitu:
1. Jurnal PPN Masukan Pembelian Tunai
Sebuah perusahaan atau PKP yang melakukan transaksi pembelian BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa Kena Pajak), maka biasanya akan mendapatkan faktur pajak dari pihak penjual atau supplier.
Nantinya, data yang terdapat di dalam faktur tersebut bisa kita gunakan sebagai catatan PPN yang dibayarkan ke dalam sebuah jurnal penyesuaian PPN masukan.
Dalam pencatatan jurnal, nantinya “PPN masukan” dapat kita golongkan ke dalam kolom debit sementara kolom kredit harus kita isi dengan nominal kas. Nah, nominal kas setelah dikurangi dengan PPN masukan harus sesuai nominalnya dengan jumlah pembelian.
Bila masih bingung, berikut kami berikan rincian contohnya:
Sebuah perusahaan bernama PT Elektronik membeli sebuah bahan baku kabel dengan harga sebesar Rp 100 juta pada 1 Januari 2023. Dari transaksi tersebut, dikenakan PPN sebesar 11% atau Rp 11 juta karena barang yang dibeli tersebut termasuk BKP. Nah, dari transaksi tersebut di atas, maka kita bisa mencatat jurnal PPN dengan format sebagai berikut:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
1 Jan 2023 | Pembelian | Rp 100.000.000 | |
PPN Masukan | Rp 11.000.000 | ||
Kas | Rp 111.000.000 |
Apabila perusahaan melakukan pembelian JKP, maka metode pencatatannya sama seperti di atas, kalian hanya perlu mengubah pada kolom akunnya saja.
2. Jurnal PPN Masukan Pembelian Kredit
Nah, apabila pembelian dilakukan secara kredit atau dengan hutang, maka pencatatannya berbeda lagi. Hal ini karena bila transaksi dilakukan secara kredit, maka faktur pajak hanya diberikan setelah pembayaran tersebut dilunasi.
Jadi, saat adanya penyerahan BKP/JKP dari pihak penjual atau supplier, kita belum perlu mencatat biaya PPN. Walau begitu, kita tetap perlu mencatatnya yang dicantumkan dalam akun “PPN masukan yang belum difakturkan”.
Walau PPN belum masuk, namun dalam dunia akuntansi pajak di mana saat terjadinya penyerahan BKP/JKP, maka saat itu juga terjadi perolehan aktiva dan pengakuan biaya sehingga menjadikan pihak PKP wajib untuk mencatatnya. Berikut contohnya:
Perusahaan produsen plastik membeli mesin produksi seharga Rp 100.000.000 dengan PPN sebesar 11%. Penyerahan barangnya diserahkan pada tanggal 1 Februari 2023, namun pemberian fakturnya di saat barang tersebut lunas. Ini dia rincian contoh jurnalnya:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
1 Feb 2023 | Pembelian | Rp 100.000.000 | |
PPN Masukan belum difakturkan | Rp 11.000.000 | ||
Utang Dagang | Rp 111.000.000 |
3. Jurnal PPN Masukan Retur Pembelian
Apabila barang yang dikirimkan oleh penjual mengalami kerusakan atau cacat produksi, maka PKP selaku pembeli dapat meminta retur pembelian kepada penjual atau produsen tersebut.
Retur sendiri bisa terjadi saat faktur pajak selesai dibuat maupun belum selesai dibuat. Baik sebelum maupun sesudah, pihak PKP pembeli wajib membuat nota retur sehingga nantinya tidak perlu membayar pajak PPN tersebut di masa depan.
Untuk membuat jurnal penyesuaian PPN masukan yang berkaitan dengan retur pembelian, maka kalian bisa mengikuti contohnya berikut ini:
Pada 1 Maret 2023, PT Fashion melakukan pembelian bahan baku sebesar Rp 100 juta secara kredit dan dikenakan PPN 11% atau sebesar 11 juta. Saat penyerahan tersebut, faktur pajak belum diserahkan karena dibeli secara kredit. Maka dari itu, pencatatannya sebagai berikut:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
1 Mar 2023 | Pembelian | Rp 100.000.000 | |
PPN Masukan belum difakturkan | Rp 11.000.000 | ||
Utang dagang | Rp 111.000.000 |
Akan tetapi, pada tanggal 3 Maret 2023 dilakukan retur pembelian atas setengah nominal barang yang dibeli dengan total harga Rp 50 juta dengan PPN sebesar 5.500.000 atau sebesar 11%. Maka, pencatatannya dilakukan sebagai berikut:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
3 Mar 2023 | Utang dagang | Rp 55.500.000 | |
Retur Pembelian (persediaan) | Rp 50.000.000 | ||
PPN Masukan belum difakturkan | Rp 5.500.000 |
B. Jurnal PPN Masukan yang Tidak Dapat Dikreditkan
Nah, bila perusahaan membeli BKP/JKP yang tidak punya kaitan langsung dengan bisnis inti perusahaan tersebut, nantinya pembelian tetap dikenai PPN, namun dikaktegorikan sebagai PPN masukan yang tidak dapat dikreditkan.
PPN ini tetap perlu dicatat karena nantinya dapat dihitung sebagai bagian biaya perolehan barang/aktiva. Bisa juga nantinya dibebankan sebagai biaya operasi.
Misalnya, pada 1 Januari 2023 PT ABCD melakukan perbaikan mobil milik CEO sehingga Rp 10.000.000 dengan PPN sebesar 11% atau sebesar Rp 1.100.000. karena perbaikan mobil CEO bukan bagian dari proses bisnis, maka PPN ini tidak dapat dikreditkan. Sehingga pencatatannya sebagai berikut:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
1 Jan 2023 | Biaya reparasi kendaraan | Rp 11.100.000 | |
Kas | Rp 11.100.000 |
Jadi, nominal PPN 11% tersebut dimasukkan langsung ke dalam nominal biaya reparasi kendaraan.
Itu dia beberapa hal yang perlu kalian ketahui seputar contoh jurnal penyesuaian PPN masukan, semoga bermanfaat!