Dalam dunia akuntansi pajak, terdapat dua jenis jurnal PPN yakni jurnal penyesuaian PPN masukan dan jurnal penyesuaian PPN keluaran. Keduanya memiliki karakteristik maupun fungsi yang berbeda satu sama lain.
Bagi perusahaan yang berstatus sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak), maka jurnal ini wajib dibuat karena berperan untuk mengetahui nominal pajak yang berkaitan dengan PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Nah, bila kalian ingin tahu lebih lanjut seputar jurnal ini, maka silakan cek rinciannya di bawah ini?
Pengertian Jurnal Penyesuaian PPN Keluaran (Vat Out)
PPN keluaran atau dalam bahasa Inggris disebut sebagai “Vat out” merupakan sebuah pajak pertambahan nilai yang terjadi atas transaksi penjualan yang dilakukan oleh PKP (Pengusaha Kena Pajak). Jadi, jurnal penyesuaian PPN Keluaran merupakan jurnal yang digunakan untuk mencatat segala data transaksi PPN keluaran.
Jadi, apabila PPN masukan merupakan sebuah pajak yang dikenakan ketika PKP melakukan pembelian BKP (Barang Kena Pajak) atau JKP (Jasa Kena Pajak), maka PPN keluaran hanya terjadi saat PKP melakukan penjualan terhadap BKP/JKP.
Tujuan utama dibuat jurnal ini adalah untuk menghitung PPN terutang suatu perusahaan sehingga nantinya dapat dilakukan rekonsiliasi PPN. Untuk mengetahui PPN terutang cukup mudah, yakni dengan mengurangi nilai PPN masukan dengan PPN keluaran.
Nah, bila hasil dari pengurangan tersebut ternyata nominal pajak keluaran lebih besar dibandingkan pajak masukan, maka PKP diharuskan menyetorkan PPN terutang ke Dirjen Pajak yang akan masuk sebagai kas negara.
Namun, apabila PPN masukan memiliki nominal yang lebih besar dibandingkan dengan keluaran, maka nantinya PKP memiliki kelebihan PPN yang bisa dikreditkan ke masa pajak yang akan datang yang disimpan sebagai kredit pajak. Selain itu, PKP kadang menjadikannya sebagai restitusi PPN.
Sesuai Permenkeu No 18/PMK.03/2021, diketahui bahwa pajak masukan/keluaran yang belum dikreditkan di masa pajak sekarang dapat dikreditkan di masa pajak selanjutnya. Oleh karena itulah banyak PKP yang melakukan hal ini. Namun, pengkreditan yang beda masa pajak ini wajib dilakukan pembetulan SPT masa PPN.
Nah karena rumitnya pencatatan akuntansi pajak semacam ini, maka pihak perusahaan harus membuat jurnal PPN agar setiap aktivitas keuangan yang berhubungan dengan PPN dapat terdata dengan baik.
Prosedur Penyusunan Jurnal PPN Keluaran
Terdapat beberapa prosedur pembukuan jurnal PPN yang mesti diperhatikan oleh para akuntan. Diantaranya meliputi:
- Penjualan dan PPN terutang
- Pembelian BKP/JKP
- PPPN yang masih harus dibayar & lebih bayar PPN
Dalam mencatat jurnal ini, kalian wajib mengetahui ketiga hal dengan baik sehingga bisa mengelompokkan suatu aktivitas transaksi secara lebih tepat.
Lalu, untuk metode yang dapat kalian gunakan untuk mencatat jurnal PPN ini juga terdiri atas tiga hal yang meliputi sebagai berikut:
1. Pembukuan Terpisah Tanpa Prosedur Offset
PPN masukan dan juga keluaran dilakukan pembukuan atau penjurnalan secara terpisah tanpa melalui prosedur offset di masa pajak yang bersangkutan. Jadi, nantinya saldo perkiraan akan terus berkembang selama periode akuntansi tertentu mengingat terjadinya akumulasi nominal pajak pertambahan nilai baik jenis masukan maupun keluaran.
2. Pembukuan Terpisah dengan Prosedur Offet
Hampir sama seperti sebelumnya, hanya saja dibuat dengan prosedur offset setiap akhiri masa pajak. Nantinya, semua proses pembukuan dilakukan secara terpisah sama seperti sebelumnya, hanya saja di akhir masa pajak dilakukan proses penjurnalan yang bertujuan untuk mengoffsetkan nilai perkiraan PPN masukan/keluaran saat SPT keluar.
3. Pembukuan dalam Satu Perkiraan
Nah, metode satu ini berbeda dengan kedua di atas. Hal ini karena dalam proses pembukuan dibuat dalam satu jenis perkiraan. Ini berarti bahwa proses pembukuan dilakukan dengan mempertimbangkan perkiraan PPN dengan saldo debit/kredit sesuai besaran jumlah pajak masukan/keluaran di periode masa pajak tertentu.
Contoh Jurnal Penyesuaian PPN Keluaran
Bila kalian ingin mencatat jurnal PPN keluaran, maka perlu memperhatikan jenis transaksi yang sedang terjadi. Setidaknya dibedakan untuk kategori penjualan tunai dan penjualan kredit seperti halnya berikut ini:
A. Jurnal PPN Keluaran Penjualan Tunai
Apabila sebuah transaksi tersebut merupakan transaksi penjualan secara tunai, maka pencatatan jurnalnya cukup sederhana. Asalkan, penjualan ini tidak terjadi retur di masa mendatang.
Saat melakukan penjualan BKP/JKP secara tunai, maka pihak perusahaan atau PKP akan segera menerbitkan dan menyerahkan faktur pajak kepada pihak pembeli. Jadi, dalam proses pencatatannya nanti kita menyertakan tiga akun yakni penjualan, PPN masukan, dan kas.
Untuk lebih jelasnya, kalian bisa melihat contoh rincian lengkapnya di bawah ini:
Pada tanggal 1 Februari 2022, perusahaan printing bernama PT Aulia Printing melakukan penjualan atas produknya seharga Rp 100 juta. Atas transaksi tersebut, pihak penjual menerbitkan faktur pajak dengan PPN sebesar 11% atau Rp 11 juta. Bila melihat rincian di atas, maka kalian dapat melihat rincian lengkapnya sebagai berikut:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
1 Feb 2023 | Kas | Rp 111.000.000 | |
Penjualan | Rp 100.000.000 | ||
PPN Masukan | Rp 11.000.000 |
B. Jurnal Penyesuaian PPN Keluaran Penjualan Kredit
Dalam akuntansi, apabila penjualan dilakukan secara kredit, maka pihak PKP penjual tidak akan menerbitkan faktur pajak hingga penjualan tersebut lunas. Jadi, walau barang dan atau jasa tersebut telah dilakukan serah terima, namun pajak PPN masih belum dicatat karena belum menerbitkan faktur hingga lunas.
Walau nominal pajaknya belum dicatat, namun tetap dilakukan pengakuan pendapatan atas penjualan produk atau aktiva. Jadi, proses pencatatannya pun harus mempertimbangkan akun yang berkaitan yang berkaitan dengan transaksi tersebut.
Nantinya, pencatatan PPN akan dicatat sebagai “PPN keluaran belum difakturkan” yang bersamaan dengan beberapa akun lain seperti akun penjualan dan utang dagang. Nah, untuk lebih jelasnya, maka kalian bisa mengetahui rinciannya berikut:
Sebuah perusahaan bernama PT ABC melakukan penjualan produk berupa alat & mesin produksi seharga Rp 100.000.000 dengan nominal PPN sebesar 11% atau setara dengan Rp 11 juta pada 1 Oktober 2023. Karena penjualan terjadi secara kredit, maka faktur PPN tidak diterbitkan saat itu juga. Berikut metode pencatatannya:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
1 Oktober 2023 | Piutang dagang | Rp 111.000.000 | |
Penjualan | Rp 100.000.000 | ||
PPN keluaran belum difakturkan | Rp 11.000.000 |
Lalu, pada tanggal 1 Desember 2023, faktur pajak diterbitkan karena pihak PKP pembeli telah melunasi seluruh hutannya. Dari kasus ini, maka PKP penjual dapat menyusun jurnal PPN seperti berikut:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
1 Des 2023 | PPN keluaran belum difakturkan | Rp 11.000.000 | |
PPN keluaran | Rp 11.000.000 |
C. Jurnal Penyesuaian PPN Keluaran Retur
Jika terjadi retur, maka kita perlu memahami lebih mendalam tentang aktivitas transaksi yang terjadi sebelum faktur pajak dikeluarkan atau sesudah dikeluarkan.
Agar lebih jelas, maka kalian bisa mengetahui rincian lengkapnya sebagai berikut:
Retur dengan Faktur Pajak Belum Diserahkan
PT ABCD melakukan penjualan mesin produksi senilai Rp 10 juta secara kredit. Transaksi tersebut dikenakan PPN 11% (1,1 juta). Namun pada 10 Maret dilakukan pengembalian atau retur. Apabila faktur pajak belum diserahkan, maka metode pencatatannya yakni:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
10 Mar 2023 | Retur Penjualan | Rp 10.000.000 | |
PPN keluaran belum difakturkan | Rp 1.100.000 | ||
Piutang dagang | Rp 11.100.000 |
Retur dengan Faktur Pajak Sudah Diserahkan
PT XYZ melakukan penjualan bahan baku senilai Rp 10 juta secara tunai. Transaksi tersebut dikenakan PPN 11% (1,1 juta). Namun pada 1 Mei 2023 dilakukan pengembalian atau retur dengan nominal keseluruhan harga tersebut. Berikut ini rincian contoh pencatatannya:
Tanggal | Akun | Debit | Kredit |
1 Mei 2023 | Retur Penjualan | Rp 10.000.000 | |
PPN keluaran | Rp 1.100.000 | ||
Piutang dagang | Rp 11.100.000 |
Itu dia beberapa hal yang berkaitan seputar contoh jurnal penyesuaian PPN keluaran, semoga bermanfaat!