Jika kita membicarakan terkait istilah “amortisasi”, tentunya hanya para akuntan dan mereka yang belajar akuntansi saja yang mengetahuinya. Sejatinya, seperti apa sih contoh amortisasi dan bagaimana penerapannya dalam akuntansi?
Amortisasi berhubungan erat dengan prosedur pengurangan nilai biaya aset dari waktu ke waktu. Bedanya, amortisasi digunakan untuk aset tak berwujud yang memiliki nilai ekonomis terbatas yang mengacu terhadap pengurangan pembayaran pokok maupun bunga. Dasar amortisasi telah diatur dalam UU No. 17 tahun 2000 terkait Pajak Penghasilan.
Pengertian Amortisasi dalam Akuntansi
Amortisasi adalah sebuah prosedur akuntansi yang dilakukan secara bertahap untuk mengurangi nilai biaya & aset yang mengacu pada nilai usia manfaat terbatas melalui pembebanan berkala ke dalam suatu pendapatan. Penggunaan amortisasi sendiri mengacu pada aset tak berwujud yang memiliki masa kegunaan yang dapat kita identifikasi.
Dalam prakteknya, istilah amortisasi mengacu pada dua hal. Pertama yaitu tadi di atas, amortisasi aset tak berwujud yang digunakan oleh suatu perusahaan. Sementara yang kedua yaitu amortisasi pinjaman yang bisa kalian pahami lebih lanjut dalam hal perbankan. Namun, di sini kami hanya akan mengulas terkait amortisasi aktiva tak berwujud.
Singkatnya, amortisasi merupakan praktek penyebaran suatu biaya modal perusahaan yang berkaitan dengan aset tak berwujud dalam rincian durasi tertentu untuk keperluan akuntansi serta dijadikan sebagai dasar perhitungan pengurangan pajak.
Jadi, antara amortisasi dan depresiasi keduanya hampir sama. Hanya saja, untuk depresiasi lebih digunakan untuk praktek penyebaran biaya modal yang berkaitan aset nyata atau aset yang berwujud.
Sesuai dengan ketentuan dari OJK, bahwa amortisasi hanya digunakan untuk pengurangan sistematis pada suatu aset dengan masa manfaat yang terbatas. Nah, masa manfaat sendiri merupakan usia ekonomis aset yang dibatasi oleh masa berlaku, kontrak hukum, atau lainnya.
Contoh Aset Tak Berwujud dalam Akuntansi
Pada proses pembukuan, aset tak berwujud akan dicatat berupa aset jangka panjang dari suatu neraca. Lalu, biaya amortisasi akan dicatat pada laporan laba rugi.
Walau begitu, amortisasi termasuk pengeluaran non kas. Jadi, nantinya tidak akan dicatat dalam laporan arus kas. Termasuk dalam beberapa metrik laba seperti halnya pajak, bunga, depresiasi, dan lainnya.
Pencatatan amortisasi aset tak berwujud sangatlah penting. Hal ini karena penurunan nilai dari aset tak berwujud berpotensi untuk menurunkan kewajiban pajak serta pendapatan kena pajak. Hal semacam ini juga sangat berguna bagi para investor yang ingin melihat rincian pendapatan usaha suatu perusahaan.
Nah, berikut ini beberapa contoh aset tak berwujud yang nantinya bisa dicatat dalam laporan keuangan amortisasi:
- Lisensi
- Hak cipta
- Hak paten
- Merk dagang
- Muhibah
- Perjanjian waralaba
- Software lisensi terbatas
Perbedaan Amortisasi dan Depresiasi
Sejatinya, apa sih perbedaan antara amortisasi dan depresiasi (penyusutan)? Nah, jika kalian masih menganggap keduanya sama, maka silakan simak perbedaan antara amortisasi dan depresiasi berikut ini:
Perbedaan | Amortisasi | Depresiasi |
Tipe Aset | Tidak berwujud | Berwujud |
Nilai Residu | Tidak terdapat nilai residu | Memiliki nilai residu yang dapat diasumsikan |
Sebab Penurunan Nilai | Berakhirnya masa berlaku, kontrak, perjanjian | Rusak, nilai guna yang habis, dan keausan |
Entri Jurnal | Beban didebit ke dalam akun beban laba rugi | Dikreditkan ke dalam akumulasi penyusutan |
Penerapan | Hanya pada aset tak berwujud dengan masa manfaat terbatas | Digunakan untuk semua jenis aset tetap perusahaan |
Jika kita lihat dari sisi akuntansi, maka perbedaan utama dari amortisasi dan depresiasi yaitu dari jenis asetnya yang mana pada amortisasi fokus pada beban biaya aset tak berwujud sementara pada depresiasi fokus pada aset berwujud.
Perlu diingat, nilai depresiasi tidak bisa diterapkan pada semua aset perusahaan, terutama aset yang berpotensi mengalami kenaikan harga. Contohnya yaitu tanah. Jadi, untuk barang selain tanah seperti bangunan, peralatan kantor, mesin, dan kendaraan kantor merupakan yang termasuk di dalamnya.
Selain itu, dalam amortisasi tidak memiliki nilai residu atau nilai jual setelah nilai manfaatnya berakhir. Hal ini karena aset tak berwujud dipandang tak memiliki nilai jual di saat nilai manfaatnya berakhir.
Sementara pada depresiasi, nilai residu masih tersedia karena barang masih punyai nilai jual kembali walaupun harganya di bawah nilai perkiraan yang dicatat dalam penghitungan penyusutan.
Metode Amortisasi yang Umum Dilakukan
Dalam depresiasi, beban biaya akan dicatat dalam pembukuan dengan basis yang dipercepat sehingga akan menghasilkan lebih banyak beban biaya yang diakui nantinya dalam suatu rentang periode tertentu.
Namun, pada amortisasi tidak demikian. Ia hampir selalu menggunakan metode garis lurus untuk menjumlahkan beban amortisasi yang sama nilainya yang nantinya akan dicatat dalam rentang periode akuntansi tertentu.
Nah, berikut ini beberapa metode yang umum digunakan oleh para akuntan untuk melakukan pencatatan terhadap metode amortisasi:
A. Metode Garis Lurus
Merupakan metode alokasi pembebanan biaya amortisasi yang mana jumlah akumulasi biayanya dihitung sama setiap tahunnya.
Jadi, dari tahun perolehan hingga tahun akhir masa manfaat akan memiliki nilai beban penyusutan yang konstan atau sama.
Kelebihannya yaitu perhitungannya yang lebih mudah serta pencatatan dalam pembukuan yang lebih cepat. Walau begitu, metode ini kurang akurat untuk mengetahui nilai penyusutan di tahun tertentu.
B. Metode Saldo Menurun
Berkebalikan dengan metode garis lurus, metode saldo menurun merupakan sebuah perhitungan penyusutan aset tak berwujud yang nilainya berkurang setiap tahunnya.
Jadi, tahun perolehan pada biaya penyusutan akan memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan pada tahun setelahnya.
Jenis-Jenis Amortisasi Aset Tak Berwujud
Apabila kita mengacu pada aturan pemerintah berupa UU No. 17 tahun 2000 yang menggantikan aturan sebelumnya yaitu UU No. 7 tahun 1983, maka jenis-jenis amortisasi aset tak berwujud di bagi ke dalam 4 kelompok yang dihitung berdasarkan nilai masa manfaatnya. Diantaranya yaitu:
a) Kelompok 1
- Masa manfaat: 4 tahun
- Tarif Amortisasi: 25% (garis lurus)
- Tarif Amortisasi: 50% (saldo menurun)
b) Kelompok 2
- Masa manfaat: 8 tahun
- Tarif Amortisasi: 12,5% (garis lurus)
- Tarif Amortisasi: 25% (saldo menurun)
c) Kelompok 3
- Masa manfaat: 16 tahun
- Tarif Amortisasi: 6,25% (garis lurus)
- Tarif Amortisasi: 12,5% (saldo menurun)
d) Kelompok 4
- Masa manfaat: 20 tahun
- Tarif Amortisasi: 5% (garis lurus)
- Tarif Amortisasi: 10% (saldo menurun)
Contoh Amortisasi dalam Akuntansi
Agar kalian lebih mudah dalam memahami amortisasi, maka perhatikan contoh soal amortisasi dalam akuntansi seperti yang akan kami ulas di bawah ini:
Contoh Soal Amortisasi
PT ABC membeli lisensi produk dari PT DEF untuk tunjangan produksi sebesar Rp 90 juta. Untuk pendaftaran hak paten dan lain-lain dengan jangka waktu 20 tahun, dibutuhkan biaya 10 juta. Namun karena suatu kesalahan dalam mengelola lisensi, akhirnya dikenakan gugatan hukum dengan biaya sebesar 25 juta. Berapa beban amortisasi tahunan dari PT ABC?
Jawab:
Beban amortisasi tahunan = biaya perolehan aset/masa manfaat
= (90.000.000 + 10.000.000 + 25.000.000)/20
= Rp 6.250.000/tahun.
Nah, itulah rincian contoh amortisasi dan perhitungannya dalam akuntansi, apakah kalian sudah memahami garis besarnya?